liburanhemat.id – Beberapa tahun lalu, aku tak pernah membayangkan akan meninggalkan hiruk-pikuk kota demi tinggal di sebuah desa kecil yang bahkan tak muncul di Google Maps. Namun, satu perjalanan singkat ke Asia Tenggara mengubah segalanya — termasuk cara pandangku tentang kebahagiaan, waktu, dan apa arti “hidup yang sebenarnya”.
Dari Kantor ke Kehidupan Penuh Makna
Aku bekerja di kota metropolitan — bangun pagi, mengejar kereta, makan siang tergesa-gesa, dan bekerja hingga larut malam. Rutinitas itu seperti lingkaran tak berujung yang lama-lama membuatku merasa hampa. Liburan tahunan pun hanya jadi pelarian sesaat. Hingga suatu hari, aku memutuskan untuk ambil cuti panjang dan membeli tiket ke Asia Tenggara.
Tujuanku awalnya sederhana: rehat. Tapi ternyata, aku menemukan lebih dari sekadar ketenangan.
Menemukan Desa yang Tak Bernama
Aku tiba di sebuah desa kecil di utara Laos — tanpa sinyal kuat, tanpa mal, dan hanya ada satu warung kopi yang juga merangkap toko kelontong. Orang-orang menyapa dengan senyum tulus, anak-anak bermain di luar rumah tanpa gawai, dan waktu terasa melambat.
Di sana aku tinggal di rumah panggung milik keluarga lokal. Mereka memperlakukanku seperti keluarga sendiri. Kami memasak bersama, berbagi cerita meski bahasa terbatas, dan menikmati malam hanya dengan suara jangkrik dan bintang-bintang di langit.
Pelajaran dari Hidup yang Sederhana
Beberapa hal yang benar-benar mengubah perspektifku selama tinggal di desa:
-
Waktu adalah milik kita sepenuhnya.
Tidak ada jadwal padat. Tidak ada tekanan sosial. Di desa, waktu seolah mengalir pelan, membuatku sadar bahwa selama ini aku hanya “bertahan” hidup, bukan menjalani. -
Hubungan antarmanusia lebih penting daripada koneksi digital.
Aku mulai menghargai obrolan sederhana, tawa tanpa filter, dan perhatian yang tak terbagi — sesuatu yang sering hilang di kota. -
Kebahagiaan tidak butuh banyak.
Aku bahagia dengan makanan sederhana, udara bersih, dan tidur nyenyak. Tak ada notifikasi email atau kebisingan lalu lintas. Hanya hidup yang berjalan alami.
Kembali ke Kota dengan Cara Pandang Baru
Aku kembali ke kota, tapi bukan sebagai orang yang sama. Kini aku lebih sadar dengan pilihanku. Aku mengurangi lembur, lebih banyak berjalan kaki, dan sesekali bekerja dari tempat yang lebih tenang. Bahkan, aku rutin kembali ke desa itu setiap tahun — bukan untuk liburan, tapi untuk mengisi ulang jiwa.
Mengapa Kamu Mungkin Perlu Melakukan Hal yang Sama
Jika kamu merasa terjebak dalam kehidupan yang terlalu cepat, cobalah ambil waktu untuk berhenti sebentar. Perjalanan ke desa, terutama di Asia Tenggara yang penuh keragaman budaya dan alam, bisa jadi langkah awal untuk memahami apa yang benar-benar kamu butuhkan dalam hidup.
Bukan berarti harus pindah sepenuhnya, tapi menemukan “desa” versimu sendiri — tempat yang membuatmu merasa utuh dan damai — bisa menjadi keputusan terbaik dalam hidupmu.