liburanhemat.id – Saat kaki pertama kali menapaki tanah Vietnam, ada sesuatu yang berbeda di udara. Bukan hanya semerbak aroma kopi robusta yang menggoda atau hiruk pikuk lalu lintas khas Asia Tenggara, tapi juga jejak-jejak sejarah yang seakan masih berbisik di setiap sudut kota. Vietnam bukan hanya tentang kuliner lezat dan lanskap menawan, tetapi juga tentang kisah perjuangan yang membentuk identitas bangsanya.
Jejak Perang di Ho Chi Minh City
Saya memulai perjalanan napak tilas ini di Kota Ho Chi Minh, yang dulu dikenal sebagai Saigon. Di sinilah, sisa-sisa Perang Vietnam masih terjaga rapi dalam bentuk museum dan monumen. War Remnants Museum menjadi perhentian pertama saya. Di dalamnya, terpampang foto-foto dan dokumentasi yang menyayat hati, mengingatkan kita akan dampak nyata dari perang terhadap manusia dan lingkungan. Bukan tempat yang mudah untuk dilalui, tapi sangat penting untuk dipahami. Beberapa artefak yang mencolok termasuk sisa-sisa bom, tank tempur, dan kesaksian para korban yang menggambarkan kekejaman perang yang tak terbayangkan.
Selanjutnya, saya menyusuri Terowongan Cu Chi. Bayangkan, ribuan kilometer terowongan bawah tanah yang dibangun dengan tangan kosong, menjadi saksi bisu strategi gerilya para pejuang Viet Cong. Terowongan ini tak hanya digunakan sebagai jalur logistik dan komunikasi, tetapi juga sebagai tempat tinggal, rumah sakit, dan dapur. Berjalan di lorong sempit itu, saya bisa merasakan sedikit dari ketegangan yang mereka alami. Gelap, sempit, dan penuh jebakan. Tapi justru dari tempat itulah lahir semangat juang yang luar biasa. Panduan lokal bahkan menunjukkan bagaimana jebakan dipasang dan bagaimana mereka bertahan hidup dengan makanan sederhana seperti singkong rebus dan daun-daunan.
Atmosfer Nasionalisme di Hanoi
Lanjut ke utara, saya menuju ibu kota Hanoi. Kota ini memancarkan nuansa kolonial yang berpadu dengan semangat nasionalisme. Mausoleum Ho Chi Minh adalah pusat ziarah yang ramai dikunjungi. Di sinilah jasad Bapak Bangsa Vietnam disemayamkan, dijaga dengan kehormatan tinggi. Atmosfernya begitu hening dan khidmat. Di sekitarnya, terdapat Museum Ho Chi Minh dan Istana Kepresidenan, yang menceritakan perjalanan hidup dan dedikasi sang pemimpin terhadap kemerdekaan negaranya. Arsitektur kolonial Prancis yang masih lestari membuat kawasan ini terasa seperti melintasi waktu.
Kemudian, saya juga menyempatkan diri untuk berkunjung ke Penjara Hoa Lo, atau yang dikenal sebagai “Hanoi Hilton” oleh para tawanan perang Amerika. Di sini, kisah penyiksaan, penahanan, dan ketabahan para tahanan menyatu dalam ruangan-ruangan gelap dan sempit yang masih terpelihara. Ini menjadi pengingat kuat betapa kemerdekaan bukan sesuatu yang datang dengan mudah.
Warisan Kekaisaran di Kota Hue
Tak lengkap rasanya tanpa mengunjungi Kota Hue, bekas ibu kota kekaisaran yang juga menjadi medan pertempuran sengit selama perang. Benteng kekaisaran dan pagoda-pagoda kuno berdiri berdampingan dengan bekas luka sejarah. Kota Kekaisaran (Imperial City) yang dikelilingi oleh parit dan dinding batu besar menyimpan banyak kuil, paviliun, dan ruang tahta kaisar. Hue adalah contoh nyata bagaimana Vietnam merajut masa lalu dan masa depan dalam satu tarikan napas. Di sela-sela reruntuhan, saya menemukan kedamaian, seolah-olah alam dan sejarah bersekutu untuk menyembuhkan luka lama.
Menyusuri Jejak Konflik di DMZ
Tak ketinggalan, DMZ (Demilitarized Zone) di Provinsi Quang Tri juga menjadi salah satu titik penting dalam perjalanan saya. Wilayah ini dulu menjadi garis pemisah antara Vietnam Utara dan Selatan. Kini, sisa-sisa bunker, jembatan Ben Hai, dan Museum Perbatasan menjadi saksi bisu dari masa-masa ketegangan dan konflik. Dengan menyusuri kawasan ini, saya mendapatkan perspektif baru tentang bagaimana perdamaian yang kita nikmati hari ini merupakan hasil dari perjuangan yang panjang.
Refleksi dan Renungan
Perjalanan napak tilas ini bukan hanya soal melihat tempat-tempat bersejarah, tapi juga merasakan denyut nadi perjuangan yang masih hidup hingga kini. Dari selatan ke utara, setiap langkah menyuguhkan cerita, setiap destinasi mengajarkan makna. Bahkan saat menikmati semangkuk pho di warung pinggir jalan atau menyeruput kopi telur khas Hanoi, saya merasa seperti sedang menyentuh fragmen sejarah yang masih berdetak.
Pada akhirnya, Vietnam, dengan segala luka dan harapan, mengajarkan kita bahwa sejarah bukan untuk dilupakan, tapi untuk dipelajari dan dihargai. Bagi saya, ini lebih dari sekadar perjalanan wisata. Ini adalah perjalanan hati, refleksi jiwa, dan penghormatan terhadap semangat manusia yang tak pernah padam.